GURU DI MASA DEPAN

Membantu Bahan Untuk Tugas Makalah 



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

          Bangsa kita, masyarakat kita, sangat membutuhkan para guru-guru yang mampu mengangkat citra dan marwah pendidikan kita yang terkesan sudah carum marut, dan seperti benang kusut. Sehingga bagaimana harus dimulai, kapan dan siapa yang memulainya, dan dari mana harus dimulai.

          Kalau kita masing-masing menyadari, dan kalau kita masih memiliki rasa keperdulian, dan kalau kita mau berbagi rasa, dan kalau mau kita bertenggang rasa, maka pendidikan kita seperti disebutkan di atas, akan dapat dianulir. Oleh sebab itu semua kita memiliki satu persepsi, satu langkah dan satu tujuan bagaimana kita berusaha mengangkat "batang terendam" tersebut, menjadi pendidikan bermutu, dan tentunya diharapkan mampu untuk mengangkat peringkat dan citra pendidikan termasuk terendah di Asia.

          Satu hal yang akan menjadi titik perhatian kita adalah "Bagaimana merancang guru masa depan ?". Guru masa depan adalah guru yang memiliki kemampuan, dan keterampilan bagaimana dapat menciptakan hasil pembelajaran secara optimal, selanjutnya memiliki kepekaan di dalam membaca tanda-tanda zaman, serta memiliki wawasan intelektual dan berpikiran maju, tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang ada padanya.




B.     Rumusan Masalah

Pada hakikatnya penulis mengarahkan Langkah-langkah yang dijadikan pokok permasalahan dalam pembuatan makalah ini agar sasaran yang hendak dicapai dapat terwujud. Pokok permasalahan tersebut yaitu Bagaimana cara untuk menyiapkan dan mengetahui sosok guru di masa mendatang.

C.    Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
          Guru masa depan adalah guru bertindak sebagai fasilitator; pelindung; pembimbing dan punya figur yang baik (disiplin, loyal, bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan visi, misi yang diinginkan sekolah); termotivasi menyediakan pengalaman belajar bermakna untuk mengalami perubahan belajar berdasarkan keterampilan yang dimiliki siswa dengan berfokus menjadikan kelas yang konduktif secara intelektual fisik dan sosial untuk belajar; menguasai materi, kelas, dan teknologi; punya sikap berciri khas "The Habits for Highly Effective People" dan "Quantum Teaching" serta pendekatan humanis terhadap siswa; Guru menguasai komputer, bahasa, dan psikologi mengajar untuk diterapkan di kelas secara proporsional. Diberlakukan skema rewards dan penegakan disiplin yang humanis terhadap guru dan karyawan.

B.     Sosok  Guru Di Masa Depan
          Guru sebenarnya merupakan sosok yang berada di masa depan. Proses pembelajaran yang dilakukan sekarang merupakan bentuk masa depan yang dibawa siswa ketika dewasa. Sosok guru saat ini adalah sosok siswa masa depan. Untuk itu, guru perlu dengan kekuatan batinnya mengajar dengan nuansa masa depan agar siswa benar-benar siap menghadapi masa depannya.
          Masa depan tidaklah terpisah dengan masa sekarang karena masa depan sebenarnya merupakan bentuk keberlangsungan dari masa sekarang. Berikut momen sebagai tanda mengenali masa depan. Pertama, jika masa sekarang informasi teknologi begitu cepat, banyak, padat, dan menjangkau, masa depan informasi teknologi itu akan semakin cepat dan lumrah. Ke depan, informasi teknologi menjadi kebiasaan hidup yang permanen dan primer. Kedua, saat ini, nilai kemanusiawian begitu penting setelah ditemukannya banyak variasi obat, variasi kepedulian diri, variasi penghancur manusia, dan variasi yang lainnya. Masa depan berarti, nilai kemanusiawian menjadi prasyarat utama dalam menjalani kehidupan. Ketiga, kepraktisan saat ini menjadi idola bagi manusia yang ditandai oleh kebiasaan instan, cepat, mudah, murah, baik, dan lancar. Untuk itu, masa depan dunia akan diwarnai budaya serba cepat dan manusia ingin lebih praktis lagi.

          Berkaitan dengan hal di atas, Guru perlu pemahaman tentang informasi teknologi, nilai kemanusiawian, dan kepraktisan. Siswa yang diajar Guru perlu dibawa ke alam informasi teknologi, manusiawi, dan praktis.

          Guru-guru di masa mendatang harus menguasai banyak pengetahuan (akademik, pedagogik, sosial dan budaya), mampu berpikir kritis, tanggap terhadap setiap perubahan, dan mampu menyelesaikan masalah. Guru tidak boleh hanya datang ke sekolah melulu untuk mengajar saja. Kemampuan untuk mengelola kelas saja tidak cukup lagi. Guru diharapkan bisa menjadi pemimpin dan agen perubahan, yang mampu mempersiapkan anak didik untuk siap menghadapi tantangan global di luar sekolah. Selain orang tua peran guru dalam mengarahkan masa depan anak didiknya sangat signifikan. Bisa dibayangkan apa jadinya kalau guru tidak siap menghadapi semua tantangan dinamika pendidikan sekarang ini, yang nota-bene masih terus akan berubah.

          Dalam konteks guru profesional dengan semangat tinggi, ia akan selalu memiliki inisiatif, gigih, tidak putus asah dan tidak gampang menyerah. Sebaliknya, ia akan jarang mengeluh. Dan hatinya akan senantiasa berbunga kata “There are two kinds of days:good days and great days” atau hanya ada dua macam hari: hari baik dan hari sangat baik.

          Guru dalam dimensi saat ini digambarkan sebagai sosok manusia yang berakhlak mulia, arif, bijaksana, berkepribadian stabil, mantap, disiplin, santun, jujur, obyektif, bertanggung jawab, menarik, mantap, empatik, berwibawa, dan patut diteladani.

          Saat ini, seorang guru harus manjadi manusia yang dinamis dan berfikir ke depan(futuristic) dengan tanda-tanda dimilikinya sifat informatif, modern, bersemangat, dan komitmen untuk pengembangan individu maupun bersama-sama. Dan yang tak kalah penting, guru diharuskan mampu menguasai IT, atau setidak-tidaknya mampu mengoperasionalkan.

          Guru diharapkan benar-benar mampu mengajak siswanya siap dalam menghadapi tantangan zaman. Sebagai guru profesional juga wajib tumbuh dalam dirinya jiwa semangat dan sebagai penyemangat. Untuk yang satu ini, hal mendasar yang harus dimiliki guru adalah kekayaan pengetahuan dan kompetensi materi yang akan diajarkan. Tanpa itu, mustahil guru akan dapat mengajar dengan baik, lugas dan lancar. Keminiman penguasaan materi dan wawasan pendukungnya akan mengurung guru pada keminderan dan bahkan merasa takut berhadapan dengan siswa.

          Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin.

          Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.

Realitas di lapangan
          Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK) kemudian diganti lagi dengan kurikulum 2006 (KTSP) .

          Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya.

          Memang jumlah tenaga pendidik secara jumlah sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).

          Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.

          Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diintervensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat RPP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.

          Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terdapat dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.

          Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.
Hal ini disebabkan oleh:
1)      Banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada
2)      Belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju;
3)      Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan
4)      Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
1)      Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya
2)      Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa,
3)      Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
4)      Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,
5)      Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di masa mendatang yaitu;
1)      memiliki kepribadian yang matang dan berkembang
2)      penguasaan ilmu yang kuat
3)      keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi
4)      pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
          Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
         
          Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
          Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor yang dominan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.
          Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
         
Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh sikap dan perilaku yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan keharusan dan kemampuan, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.



Yang harus dimiliki oleh sosok guru masa depan:
1.      Kompetensi
          Seorang figure guru masa depan harus memiliki keterampilan dasar pembelajaran, kualifikasi keilmuannya juga optimal, performance di dalam kelas maupun luar kelas tidak diragukan. Tentunya sebagai guru masa depan bangga dengan profesinya, dan akan tetap setia menjunjung tinggi kode etik profesinya.
2.      Kepribadian
a.       Planner
          Artinya guru memiliki program kerja pribadi yang jelas, program kerja tersebut tidak hanya berupa program rutin, misalnya menyiapkan seperangkat dokumen pembelajaran seperti Program Semester, Satuan Pelajaran, LKS, dan sebagainya. Akan tetapi guru harus merencanakan bagaimana setiap pembelajaran yang dilakukan berhasil maksimal, dan tentunya apa dan bagaimana rencana yang dilakukan, dan sudah terprogram secara baik;

b.      Inovator
          Artinya memiliki kemauan untuk melakukan pembaharuan dan pembaharuan dimaksud berkenaan dengan pola pembelajaran, termasuk di dalamnya metode mengajar, media pembelajaran, system dan alat evaluasi, serta nurturant effect lainnya. Secara individu maupun bersama-sama mampu untuk merubah pola lama, yang selama ini tidak memberikan hasil maksimal, dengan merubah kepada pola baru pembelajaran, maka akan berdampak kepada hasil yang lebih maksimal;

c.       Motivator
          Artinya guru masa depan mampu memiliki motivasi untuk terus belajar dan belajar, dan tentunya juga akan memberikan motivasi kepada anak didik untuk belajar dan terus belajar sebagaimana dicontohkan oleh gurunya;

d.      Capable personal
          Maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehinga mampu mengola proses pembelajaran secara efektif;

e.       Developer
          Artinya guru mau untuk terus mengembangkan diri, dan tentunya mau pula menularkan kemampuan dan keterampilan kepada anak didiknya dan untuk semua orang. Guru masa depan haus akan menimba ketrampilan, dan bersikap peka terhadap perkembangan IPTEKS, misalnya mampu dan terampil mendayagunakan computer, internet, dan berbagai model pembelajaran multi media.


3.      Kemampuan Sosial
          Guru masa depan adalah guru bertindak sebagai fasilitator; pelindung; pembimbing dan punya figur yang baik (disiplin, loyal, bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan visi, misi yang diinginkan sekolah); termotivasi menyediakan pengalaman belajar bermakna untuk mengalami perubahan belajar berdasarkan keterampilan yang dimiliki siswa dengan berfokus menjadikan kelas yang konduktif secara intelektual fisik dan sosial untuk belajar; menguasai materi, kelas, dan teknologi; punya sikap berciri khas “The Habits for Highly Effective People” dan “Quantum Teaching” serta pendekatan humanis terhadap siswa; Guru menguasai komputer, bahasa, dan psikologi mengajar untuk diterapkan di kelas secara proporsional.
Diberlakukan skema rewards dan penegakan disiplin yang humanis terhadap guru dan karyawan. Guru masa depan juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan kemampuan para siswanya melalui pemahaman, keaktifan, pembelajaran sesuai kemajuan zaman dengan mengembangkan keterampilan hidup agar siswa memiliki sikap kemandirian, perilaku adaptif, koperatif, kompetitif dalam menghadapi tantangan, tuntutan kehidupan sehari-hari. Secara efektif menunjukkan motivasi, percaya diri serta mampu mandiri dan dapat bekerja sama. Selain itu guru masa depan juga dapat menumbuhkembangkan sikap, disiplin, bertanggung jawab, memiliki etika moral, dan memiliki sikap kepedulian yang tinggi, dan memupuk kemampuan otodidak anak didik, memberikan reward ataupun apresiasi terhadap siswa agar mereka bangga akan sekolahnya dan terdidik juga untuk mau menghargai orang lain baik pendapat maupun prestasinya. Kerendahan hati juga perlu dipupuk agar tidak terlalu overmotivated sehingga menjadi congkak. Diberikan pelatihan berpikir kritis dan strategi belajar dengan manajemen waktu yang sesuai serta pelatihan cara mengendalikan emosi agar IQ, EQ dan ke dewasaan sosial siswa ber imbang.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
          Sosok Guru Di Masa Depan adalah seorang guru yang tidak hanya mengajar tapi juga mampu mendidik dan membentuk pribadi peserta didik yang baik. Dia memiliki sifat-sifat kenabian (Siddiq, tabligh, amanah, fatonah), dan memiliki akhlak terpuji. Menjunjung kejujuran, dan bertanggungjawab terhadap pekerjaannya, serta ikhlas menjalankan kewajiban. Menyayangi anak dengan sepenuh hatinya, mampu bekerjasama dengan teman sejawat, dan berwawasan luas dengan banyak membaca, senang menulis, dan mengupgrade diri.
          Sosok Guru Di Masa Depan adalah guru yang dapat memahami dan mengerti segala tingkah laku siswa-siswanya  di sekolah. Dia dapat memberikan kenyamanan bagi peserta didiknya sehingga ilmu yang diberikan dapat diserap dan bermanfaat bagi peserta didiknya. Dia mampu memberi teladan yang baik untuk muridnya. Guru yang bertanggungjawab terhadap anak, dan loyal terhadap tugas-tugas yang diberikan serta dilaksanakan dengan penuh dedikasi tinggi.
          Selain itu, sosok guru di masa depan juga merupakan sosok guru yang seharusnya memiliki keterampilan dasar pembelajaran, kualifikasi keilmuannya juga optimal, performance di dalam kelas maupun luar kelas tidak diragukan. Tentunya sebagai guru masa depan bangga dengan profesinya, dan akan tetap setia menjunjung tinggi kode etik profesinya.
         




          Oleh sebab itu, untuk menjadi guru masa depan diperlukan kualifikasi khusus, dan barangkali tidak akan terlepas dari relung hati dan sanubarinya, bahwa mereka memilih profesi guru sebagai pilihan utama dan pertama. Weternik memberikan dengan istilah rouping atau “pangilan hati nurani” Rouping inilah yang merupakan dasar bagi seseorang guru untuk menyebutkan dirinya sebagai “GURU MASA DEPAN”.
         
          Guru masa kini dan masa depan, akan selalu berhadapan dengan tantangan perkembangan zaman yang kian berat dan kompleks. Untuk itu para guru harus memiliki dua kompetensi yaitu karakter guru profesional dan modal kecerdasan emosi yang memadai serta tangguh. Kedua kompetensi tersebut harus sejak dini dibekalkan oleh institusi penghasil calon guru (LPTK) melalui:
1)      penciptaan ekologi kampus yang demokratis, humanis-religius, ilmiah, dan berorientasi pada kualitas
2)      penciptaan kampus yang memberdayakan mahasiswa
3)      memfasilitasi terjadinya kolaborasi antara para guru (calon guru) sehingga terjadi berbagi pengalaman
4)      melibatkan mahasiswa sejak dini dan secara intens ke dalam pedagogi kasih sayang dalam pengelolaan pembelajaran
5)      mencipatakn lingkungan kampus serta melakukan studi dan layanan bagi upaya pengenalan dan pengembangan profil kecerdasan emosi mahasiswa calon guru (SD).


B.     Saran
1.      Dalam mengahiri makalah ini penulis mengajukan beberapa saran terkait dengan mempersiapkan calon guru yang profesional serta memiliki kecerdasan emosi yang memadai. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.
Penyiapan guru profesional dengan kecerdasan emosi yang memadai harus dimulai sejak masa rekruitmen (penerimaan) calon mahasiswa guru. Materi, instrument, dan cara seleksi calon mahasiswa harus merujuk kepada karakteristik dan standar dari profil guru profesional dan kecerdasan emosi.
2.      Para mahasiswa calon guru selama menjalani pendidikan selain menjalani pembinaan wawasan, karakter, dan profil calon guru profesional ia juga harus secara intensif dievaluasi secara periodik apakah selama menjalani pendidikan yang bersangkutan mampu menunjukkan sejumlah karakter guru profesional. Evaluasi untuk hal itu sudah barang tentu tidak cukup dengan 'paper-pencil test' semata-mata. Sistem penilaian dengan instrumen asesmen yang dipadukan dengan program magang terstruktur di sekolah dasar yang variatif bagi calon guru akan lebih tepat dari pada pola Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang selama ini berjalan. Terkait dengan itu, sejak dini mahasiswa harus difasilitasi agar terlibat aktif dalam suatu wadah/organisasi profesi keguruan.
3.      Perkuliahan yang berkaitan dengan ilmu mendidik atau metode pembelajaran semestinya diperkaya dengan kajian-kajian literature yang lebih dominan nuansa humanistis, spiritual, moral, dan kecerdasan emosi.
4.      Setiap LPTK penghasil calon guru hendaknya memiliki institusi yang bertugas khusus secara periodik melakukan studi/penelitian untuk mengungkap profil dan perkembangan kecerdasan emosi mahasiswa calon guru. Hasil studi ini menjadi bahan masukan dan pembinaan lebih lanjut bagi mahasiswa yang bersangkutan.



DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Negara Riset dan Teknologi. (2006). Buku Putih tentang Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi 2005-2025.

Kusmayanto Kadiman. (2007). Kemandirian Sains dan Teknologi Bangsa dalam
Perspektif Dasa Sila Bandung. Jakarta: Kemenristek.

Kunda, G. (1992). Engineering Culture. Philadelphia: Temple University Press.

Maninowski, B. (1983). Dinamik bagi Perubahan Budaya. Kuala Lumpur: Dew
Saraph and Sabastian. (1993). Development Quality Culture. In Berry,G. Leadership
and the Development of Quality Culture in School. International Journal
of Education of Management. 11-2. 52-64.

Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education (Terjemahan Ahmad Ali
Riyadi, dkk). Yogyakarta. IRCiSoD.

Udin S. Saud. (2008). Mempersiapkan guru PAUD dan SD bermutu di masa depan:
dalam prespektif administrasi pendidikan. Makalah disajikan dalam
seminar peningkatan kualitas sistem pendidikan guru sekolah dasar dan
pendidikan anak usia dini, diselenggarakan oleh FIP UPI, Bandung,
Agustus 2008.

Van Meaanen, J. And Kunda, G. 1989. Real Felling: Emotional Expression and
Organisational Culture. In Staw. Research in Organisational Behaviour.

Vol. 11. Greenwich: JAI Press.
http://re-searchengines.com/amhasan.html
http://sman7malang.wordpress.com/guru-masa-depan/


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama